MAKALAH
Karakter
Pemuda Indonesia
Tugas
ini disusun guna memenuhi tugas akhir semester 3 mata kuliah Pendidkan
Psikologi Pendidikan. Dosen pengampu: Dra. Nur Wahyumiani, MA.
Tugas
ini disusun oleh :
Ninda
Ayu Asmarawati 11144600078
A2-11
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah bagian dari
kehidupan. “Jika Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya
sederhana: pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu
berprilaku mulia.” ( plato, 428-347 SM). Pentingnya watak karena apabila bangsa
kehilangan watak maka bangsa tersebut adalah bangsa yang memiliki potensi untuk
hilang dalam sejarah. Karena watak adalah suatu keadaan yang bisa
mendefinisikan keberadaan tertentu. Karena itu lah pendidikan pembentuk watak
itu penting bagi kehidupan untuk membentuk manusia yang baik dan mulia.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari pendidikan pembentuk watak?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pendidikan pembentuk
watak?
3. Apa saja unsur yang terkandung dalam pendidikan
pembentuk watak ?
4. Mengapa pendidikan pembentuk watak itu penting ?
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah :
1. Mengetahui pengertian pendidikan pembentuk watak.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
pembentuk watak di Indonesia.
3. Mengetahui unsur apa saja yang ada dalam pendidikan
pembentuk watak.
4. Mengetahui pentingnya pendidikan pembentuk watak.
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Membangun
karakter bangsa baik dan mulia, serta memperbaiki nilai-nilai luhur yang
tertanam dalam butir-butir pancasila
yang menjadi tujuan penting dibentuknya pendidikan pembentuk watak (
pendidikan karakter). Secara etimologis, kata karakter
(Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein
yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to
engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan (Echols dan Shadily, 1987: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata
“karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga
bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada
layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter
berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau
berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian
atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir
(Koesoema, 2007: 80). Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh
Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to
respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona
menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts:
moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51).
Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan
tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan
akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada
serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan
motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan (skills). Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini
akan dikemukakan juga pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal
dari bahasa Arab “al-akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq”
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah
Ya’qub, 1988: 11). Sedangkan secara
terminologis,
akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang
tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27).
Melalui apa pendidikan karakter dapat
dilaksanakan. Menurut Saya pendidikan karakter dapat dilakukan dengan beberapa
cara baik dengan pendidikan di dalam kelas maupun di luar kelas. Pendidikan di
dalam kelas dapat dipadupadankan dengan semua mata pelajaran, meskipun memang
yang sangat dominan dengan pendidikan karakter adalah pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan keagamaan, namun ada juga cara yang dapat
dilakukan di luar kelas seperti kegiatan
kepramukaan di sekolah, TONTI, dan PMI, di lingkungan pun juga bisa dengan kegiatan kepemudaan di lingkungan
rumah. Dengan beberapa kegiatan tersebut setidaknya dapat menanggulangi
bobroknya karakter anak bangsa yang sudah termakan oleh jaman dan tekhnologi.
B.
Indonesia
Tanpa Karakter
Kritisnya
karakter bangsa menjadi perhatian khusus, tidak hanya kalangan pendidik saja,
namun semua kalangan yang peduli terhadap pendidikan dan karakter bangsa. Semua
mengharapkan hal yang sama yaitu adanya perubahan yang lebih baik karakter
bangsa yang berbudi luhur, bebas dari koruptor, kriminalitas,
pemberontakan,anarkisme, dan masih banyak hal lainnya yang menjadi kecemasan
masyarakat. Yang perlu diperhatikan juga bahwa kepribadian bangsa atau karakter
bangsa membawa nama bangsa dipandang baik atau tidak oleh negara-negara lain.
Karakter bangsa dapat mempengaruhi kerjasama antar negara. Jangan sampai
pendidikan karakter yang bobrok membuat bangsa Indonesia semakin miskin.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pendidikan karakter di Indonesia adalah
(1) pendidikan mahal, (2) karakter mahasiswa yang dekaden dan anti-kemajuan, dan
(3) kekerasan (di) sekolah, adapun faktor lainnya yang
mempengaruhi pendidikan karakter di Indonesia yaitu: dominasi budaya yang sudah
menghilangkan karakter dari pengaruh tayangan televisi, kerusakan lingkungan
karena karakter manusia yang tidak lagi menghargai alam, binatang, dan juga
tumbuhan, serta faktor ketimpangan dan penindasan yang mengakibatkan
terpinggirnya kaum perempuan. Melihat
sekilas kondisi pendidikan di Indonesia, tidaklah heran jika kualitas
pendidikan di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan sesama
negara-negara Asia Tenggara.
Mengapa
pendidikan mahal dapat menjadi dampak dalam pembentukan karakter? Hal itu
disebabkan karena pendidikan kampus jaman sekarang semakin mengarah pada sistem
liberalisme dan kapitalisme. Bagaimana dapat kuliah atau sekolah apabila
pendidikan di Indonesia mahal bahkan terlalu mahal? Saya pun merasakan hal yang
sama. Memang betul bahwa biaya pendidikan dari tahun ke tahun semakin mahal,
biaya buku dan keperluan yang mendukung pun tak juga murah. Pemerintah telah
mengeluarkan berbagai produk hukum untuk melegalkan dan melindungi proses
privatisasi sektor pendidikan, misalnya PP No. 60/ 1999 tentang Perguruan
Tinggi ; PP No. 61/ 1999 tentang Perguruan Tinggi Negeri sebagai BHMN ; SK
Dirjen Dikti No. 26/2002 tentang pelarangan Ormas dan Aktivitas Politik Praktis
di Kampus; UU SISDIKNAS No. 20/ 2003; dan yang terakhir adalah RUU BHP yang
disahkan kemudian. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY melalui Menteri
Pendidikan Nasional mencanangkan upaya mem-BHP- kan 81 perguruan tinggi negeri
(PTN) se-Indonesia, minimal 50 persen hingga tahun 2009.
Banyak
pihak yang menilai bahwa kebijakan tersebut kontradiktif dengan jiwa karena
pada pasal 31 UUD 1945 dan UU Sisdiknas, yaitu penyelenggaraan pendidikan yang
murah, mudah, dan mungkin diakses oleh masyarakat luas melalui proses yang
demokratis dan tanpa deskriminasi ( Pasal 4 [1] UU No. 20/ 2003). Rencana untuk
membentuk BHP (Badan Hukum Perusahan) merupakan kelanjutan dari kebijakan
sebelumnya di mana pelaksanaan perguruan tinggi sebagai badan hukum milik
negara ( PT BHMN) dianggap sukses membuat kampus “mandiri”. Meskipun rancangan
Undang-Undang PT BHMN yang bergulir semenjak pemerintahan Megawati tidak
kunjung disahkan.
Kebijakan yang kontroversial
tersebut menuai banyak protes di berbagai kalangan, terutama dari kalangan
rakyat dan mahasiswa. Karena mereka lah yang lebih merasakan dampak dari
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan. Akhirnya, tuntutan berhasil
membuat Undang-Undang (UU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) ditolak oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) karena adanya deskriminasi perguruan tinggi(PTN). Karena UU BHP
telah ditolak, kemungkinan untuk mengatur pengelolaan PTN Kemendiknas ialah
dari PP 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PP
ini dapat berlaku secara nasional karena ini bukan keputusan menteri namun
posisinya pun tidak jauh beda dengan keputusan UU. Akan tetapi, UU BHP yang
telah dicabut, belum juga ada dampaknya untuk rakyat dalam mahalnya biaya dan
pendidikan. Ironisnya dampak yang didapat kalangan bawah adalah dengan biaya
pendidikan yang semakin mahal, semakin banyak anak-anak yang putus sekolah.
Meskipun sebenarnya pemerintah telah
menyediakan BOS bagi para siswa SD hingga SMP, namun dalam penerapannya terdapat
beberapa masalah yang menghambat seperti adanya penyelewengan dana BOS,
sehingga dana BOS belum bisa dinikmati secara maksimal oleh siswa. Di sisi lain muncullah dampak
kapitalisme pendidikan yang menimbulkan pendidikan istimewa dan mewah karena
yang dapat menikmati pendidikan tersebut hanyalah orang-orang yang memiliki
banyak uang / kalangan bangsawan saja. Hal tersebut menjelaskan bahwa PT (
Perguruan Tinggi) disekolahkan bukan untuk memahami lingkungan dan kelas sosial
melainkan hanya sekedar untuk memamerkan gaya hidup dan status yang mereka
punya. Dengan diisinya kampus dan sekolah oleh orang-orang yang mampu saja. Hal
tersebut akan menimbulkan peluang besar untuk mereka melakukan koropsi,
terutama oknum-oknum birokrasi yang memungut biaya dengan alasan pendidikan.
Padahal pada kenyataanya banyak yang masuk ke kantong oknum birokrasi itu
sendiri. Yang lebih Ironis sekali, mereka lah yang nantinya menjadi penerus
dari orangtuanya. Mereka lah yang nantinya menciptakan bibit-bibit baru sebagai
koruptor. Karena mereka tidak pernah dikenalkan dengan kelas sosial. Dimana
mereka seharusnya memahami dan mengerti kehidupan yang senyatanya, tidak
memandang dirinya sendiri, tidak hanya mengandalkan uang, namun mereka
seharusnya mengenal lingkungannya dan dapat menggunakan hati mereka agar mereka
nantinya tidak menjadi penerus bangsa yang berprofesi sebagai koruptor. Lalu
komersialisasi dan elitisme pendidikan tinggi dan sekolah akan memberikan
dampak buruk untuk bangsa ini, karena semakin tidak akan adanya kesempatan baik
untuk kalangan bawah guna menikmati fasilitas pendidikan seperti yang
diharapkan. Akan semakin banyak kesenjangan sosial yang terjadi. Adanya
pembatas antara si kaya dan si miskin. Peluang untuk kalangan bawah lebih maju
pun sulit. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah benar-benar dapat menjalankan
kebijakannya sesuai dengan harapan rakyatnya.
Karakter
mahasiswa yang dekaden dan anti-kemajuan merupakan dampak kedua yang
mempengaruhi pendidikan karakter. Karakter yang seperti apa yang seharusnya
dimiliki oleh seorang mahasiswa? Karakter yang produktif dan kreatif lah yang
diharapkan dari setiap mahasiswa di Indonesia karena dengan dua karakter itulah
generasi dapat mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang sudah lebih
dahulu berkembang dan maju. Generasi yang dapat menambah tenaga produksi dan
dapat mengatasi ketertinggalan dengan IPTEK lah yang dapat merubah keadaan ini
menjadi lebih baik. Namun sangat disayangkan pemikiran kritis,kepribadian yang
matang, intelektual yang tinggi, pemuda yang berkreasi dan berproduksi memang
sulit didapatkan dari mahasiswa-mahasiswa di Indonesia, meskipun ada itu pun
hanya beberapa dari sekian mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia. Nalar berfikir yang sempit juga menjadikan penghambat
bagi mahasiswa untuk berkembang dan maju. Banyak mahasiswa yang lebih suka
menjadi plagiat, pencontek, dan copy paste sumber informasi yang ada. Tanpa
menghiraukan berapa nilai yang akan mereka dapat, ilmu apa yang akan mereka
peroleh. Atau apa mereka tidak pernah memikirkan ilmu dan nilai? Lalu apa yang
akan mereka dapatkan di kampus? Mahasiswa memang rajin untuk datang ke kampus,
namun ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, mahasiswa hanya mendengarkan,
tanpa berkomentar apapun. Terkadang tak ada satu pun mahasiswa yang
mengeluarkan pendapatnya meskipun sudah disuruh oleh dosennya. Banyak juga
mahasiswa yang mengunjungi perpustakaan. Tetapi sayangnya tidak untuk berdiskusi, atau mungkin berbagi
dokumen pelajaran yang mereka miliki, atau mencari buku-buku penting yang akan
mereka baca untuk referensi dan menambah ilmu mereka. Sayangnya jauh dari
perkiraan yang diinginkan. Mereka nampak sibuk, namun kesibukan mereka hanya
untuk mengakses hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Memang hanya sebagian dari mahasiswa saja, tidak semua seperti itu. Hal tersebut merupakan dampak dari output pendidikan dimana situasi dunia
kerja dan mata pelajaran yang diajarkan tidak saling terkait. Banyak mahasiswa
yang lulus, mereka benar-benar mempelajari ilmunya selama kuliah dan pantas
untuk bekerja di bidang keahliannya tetapi, malah menjadi pengangguran atau
bekerja tidak sesuai dengan profesinya. Hal ini terjadi karena adanya rekutmen
kerja sejak awal, dimana di dunia kerja
sudah diwarnai manipulasi: kolusi, koneksi, dan belakangan ( terutama
sektor PNS) dengan menggunakan sistem “ siapa yang kuat bayar paling banyak.”
Hal itu lah yang menjadikan mahasiswa tidak harus serius karena ilmu dilecehkan
oleh uang, oleh kekuasaan dan manipulasi yang ada di masyarakat.
Adanya
kekerasan dalam dunia pendidikan akan menghambat proses pembelajaran.
Pembentukan pola tingkah laku seseorang sangat kuat dipengaruhi oleh
lingkungan. Sebagai contoh: anak yang dididik dengan lembut maka anak tersebut
pribadinya akan menjadi lembut, tetapi anak yang dididik dengan keras maka anak
tersebut pun akan menjadi pribadi yang keras. Dampak kekerasan tidak hanya
merugikan orang lain tetapi juga lingkungan, dengan adanya kekerasan akan
menciptakan kekerasan baru. Beberapa contoh dampak dari kekerasan maka akan
menimbulkan tawuran, bullying, pengeroyokan, pencurian, dan lain sebagainya. Perilaku bullying
dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu:
a. Kontak fisik langsung ( memukul, mendorong, menggigit,
menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga
termasuk memeras dan merusak barang-barang milik orang lain).
b. Kontak verbal langsung ( mengancam, mempermalukan,
memberi panggilan nama [name calling],
sarkasme, merendahkan, mencela/ mengejek, mendeskriminasikan, memaki,
menyebarkan gosip).
c. Perilaku non-verbal langsung ( melihat dengan sinis,
menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek atau
mengancam yang disertai dengan bullying
fisik atau verbal.
d. Perilaku non-verbal tidak langsung ( mendiamkan
seseorang , memanipulasikan persahabatan sehingga retak, sengaja mengucilkan
atau mengabaikan, mengirimkanm surat kaleng).
e. Pelecehan seksual ( kadang dikategorikan perilaku
agresif fisik atau verbal).
Ada pula kekerasan yang dilakukan
seperti perploncoan senior ke juniornya atau pun kekerasan yang dilakukan oleh
pendidik kepada peserta didik. Sebagai contoh kekerasan yang dilakukan pendidik
terhadap siswanya. Ketika siswa tidak dapat mengerjakan soal di depan kelas.
Kemudian, pendidik memberikan punishment
(hukuman) dengan makian atau dengan kekerasan fisik seperti memukul tubuh siswa
dengan penggaris atau dengan memberikan hukuman mencoret kening siswa dengan
kapur. Hal itu sebaiknya tidak dilakukan oleh pendidik. Karena hal seperti itu
nantinya akan dicontoh oleh peserta didik untuk melakukan hal yang sama seperti
yang dilakukan pendidik. Kenapa ? kerana mereka mendapatkan perlakuan yang
tidak mengenakkan dan mereka menginginkan orang lain juga merasakan apa yang
mereka rasakan. Itulah mengapa kekerasan akan menciptakan kekerasan baru.
C. Unsur-Unsur Karakter
Unsur
karakter diperoleh dari penilaian orang terhadap seseorang sebagai contoh:
ketika seorang mahasiswa terlambat masuk kelas, maka dosen akan mempunyai
penilaianya sendiri terhadap mahasiswa tersebut. Mungkin penilaian tidak
disiplin, atau pemalas. Beberapa unsur – unsur karakter manusia sebagai
berikut:
1. Sikap
Sikap merupakan bagian dari
karakter. Oskamp ( 1991) mengemukakakan sikap seseorang dipengaruhi oleh evaluatif
yang dilakukan individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
a. Faktor genetik dan fisiologis.
Sebagai
contoh: ketika muda anak ini gemar sekali olahraga basket, tetapi setelah ia
dewasa ia lebih menyukai olahraga bulutangkis.
b. Pengalaman personal.
Sebagai
contoh : mengamali traumatik tertentu, jatuh dari motor.
c. Pengaruh orang tua.
Orang tua
pelukis, akan cenderung melahirkan anak-anak yang suka melukis.
d. Kelompok sebaya.
Contoh :
anak yang nakal bersekolah di sekolah santri dan berteman dengan anak-anak yang
baik, maka anak tersebut akan cenderung menjadi anak yang tidak nakal lagi.
e. Media masa.
Contoh:
media masa sangat berdampak pada anak. Contohnya gaya berpakaian, gaya
berbicara, apabila anak mempunyai idola yang sering muncul di TV atau di media
masa lainnya. Anak tersebut akan mengimitasi idolanya.
2. Emosi
Emosi adalah gejala dinamis situsi
yang dirasakan oleh manusia yang disertai dengan efeknya pada kesadaran,
perilaku, dan juga merupakan fisiologis. Menurut Daniel Goleman. Emosi dibagi
menjadi:
a. Amarah
b. Kesedihan
c. Rasa takut
d. Kenikamatan
e. Cinta
f. Terkejut
g. Jengkel
h. Malu
3. Kepercayaan
Membangun kepercayaan adalah dengan
keterbukaan. Kepercayaan dapat terjalin dengan baik apabila kedua belah pihak
memiliki kepentingan yang sama. Dengan adanya kepercayaan maka akan terjalin
hubungan yang baik dengan orang lain dan memperkukuh eksistensi diri.
4. Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan adalah aspek perilaku
manusia yang menetap, konsisten dan berlangsung secara otomatis. Sedangkan
kemauan berkaitan erat dengan tindakan.
5. Konsepsi diri
Konsepsi diri adalah proses
totalitas, baik sdar maupun tidak sadar, tentang bagaiamana karakter yang akan
dibangun pada diri, apa yang saya inginkan, dan bagaimana saya menempatkan diri
dalam kehidupan.
a. Karakter yang Harus Dimiliki Guru
Kepribadian
digunakan untuk merespon lingkungan disekitarnya. Guru harus memiliki karakter
yang dibutuhkan unsur-unsur tertentu. Karena guru merupakan cerminan untuk
peserta didiknya. Guru lah yang menjadi teladan atau contoh bagi peserta
didiknya. Beberapa ciri-ciri yang harus guru miliki adalah:
a. Guru harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
sifat, sikap, dan amaliyahnya yang mencerminkan ketakwaannya.
b. Guru harus suka bergaul, khususnya bergaul dengan
anak-anak didiknya.
c. Guru adalah orang yang penuh minat, penuh perhatian,
mencintai profesinya dan pekerjaannya, dan berusaha untuk mengembangkan dan
meningkatkan profesinya itu agar kemampuan mengajarnya lebih baik.
d. Guru adalah orang yang suka belajar secara terus
menerus.
Sedangkan
karakter dan kepribadian yang harus
dimiliki guru agar menjadi guru yang secara kualtatif memiliki karakter yang
tepat untuk menjadi pengajar yang berperan maksimal, antara lain:
a. Memiliki kemantapan dan integritas pribadi
b. Peka terhadap perubahan dan pembaharuan
c. Berfikir alternatif
d. Adil, jujur, dan objektif
e. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
f. Ulet dan tekun dalam bekerja
g. Berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya
h. Simpatik dan menarik, luwes, bijaksana, dan sederhana
dalam bertindak
i. Bersifat terbuka
j. Kreatif
k. Berwibawa
D. Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sangatlah
penting bagi kehidupan, dengan adanya pendidikan karakter maka manusia dapat
diarahkan, patuh pada peraturan, dan manusia dapat mengendalikan sikap dan
perilakunya. Alasan mengapa pendidikan karakter harus ada dan wajib, antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Kemiskinan dan keterbelakangan, hal tersebutlah
menjadi akar permasalahan yang mengakibatkan negara Indonesia tertinggal dari
negara-negara lainnnya. Banyaknya generasi pengangguran kerena tidak dapat
menikmati fasilitas pendidikan yang layak. Situasi krisisnya moral dan
kurangnya kreatif karena pemuda Indonesia yang malas, hanya ingin menjadi
plagiat dan pencontek. Oleh karena itu, pendidikan karakter diharapkan dapat
merubah pemuda Indonesia menjadi mandiri, kreatif, inovatif, kritis, dan
produktif.
b. Konflik dan kekerasan yang terjadi dimana-mana.
Menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Dampak kemiskinan merambah ke
permasalahan kekerasan dan kriminalitas. Hal ini terjadi karena kekerasan yang
dilakukan dari generasi ke generasi menjadi akar terbentuknya kekerasan baru.
Kriminalitas yang terjadi karena kebutuhan hidup, karena kemiskinan yang
mendera.
c. Dominan budaya membodohi. Pemuda Indonesia semakin
hari semakin tidak berkarakter. Karena mereka lebih menyukai gaya hidup bangsa
barat yang suka dengan makanan di mal, dan cara berpakaian yang tidak sesuai
dengan budaya timur. Karena itu lah pentingya pendidikan karakter diadakan.
Agar dapat memulihkan kebudayaan yang sudah terkikis oleh perkembangan jaman
dan globalisasi.
d. Korupsi yang meluas yang masih saja menjadi
permasalahan, tidak hanya di bangku-bangku pemerintahan tetapi juga merambah ke
segala bidang dan profesi. Korupsi lah
yang mengakibatkan penderitaan rakyat tak kunjung usai. Adanya birokrasi
parasit yaitu cermin karakter bangsa yang berkarakter rusak, membuat bangsa
hancur.
e. Kerusakan lingkungan karena manusia-manusia yang
serakah tidak lagi peduli terhadap lingkungan dan alam. Hal tersebut
memperlihatkan rusaknya karakter manusia.
f. Ketimpangan dan penindasan bernuansa gender atau kaum
perempuan. Adanya deskriminasi antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.
Masalah di Indonesia adalah tatanan budaya patriarkal yang memaparkan kaum
perempuan pada posisi terlema. Bahkan, dalam pendidikan perempuan secara
ideologi masih terdeskriminasi.
g. Pembangunan Karakter
Pembangunan karakter dapat dilakukan
dengan beberapa hal di bawah ini:
1. pendidikan Sosialistis, Ilmiah, dan Demokratis.
Dengan latihan berfikir ilmiah yang
mengandung nilai-nilai kejujuran, objektivitas berfikir, dan memandang
persoalan secara kritis dapat mengatasi kesulitan hidup yang dialami. Sedangkan
watak demokratis sangatlah penting karena dengan demokratis orang dapat
menghargai orang lain, dapat mendorong aspirasi, dan dapat memahami makna
kesetaraan di antara sesama manusia.
2. pendidikan multkultural.
Pendidikan multikultural merupakan
pendidikan yang penting untuk dilakukan karena dalam dunia yang mengglobal pada
akhirnya berbagai kebudayaan akan membaur menjadi satu dan bertemu. Di sinilah
sekolah dan peran pendidik dibutuhkan. Pendidik diharapkan memiliki kecerdasan
multikultural agar dapat menanamkan rasa kebersamaan dalam perbedaan.
3. pembentukan karakter melalui peningkatan budaya literer ( budaya baca tulis).
Membaca dan menulis adalah kegiatan
yang berhubungan dengan transfer ilmu pengetahuan, pengkayaan kosakata sebagai
pintu masuk untuk menjelaskan dunia. Tetapi, budaya membaca dan menulis di
Indonesia masih terbilang rendah. Padahal karakter seseorang itu dibentuk ketika
orang tersebut sedang melakukan tindakan membaca karena kegiatan itu
memungkinkan banyak jalan untuk melihat tulisan yang dibaca, dan biasanya
ketika orang membaca sesuatu dan merasa ada kesamaan karakter maka akan
menimbulkan perubahan bagi pembaca.
4. pendidikan anti- korupsi.
5. pendidikan lingkungan hidup.
6. pendidikan berperspektif kesetaraan gender.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Untuk
mencapai pendidikan yang diharapkan pemerintah mempunyai PR untuk membuat
Undang-Undang dan membuat kebijakan yang harus dilaksanakan oleh para
bawahannya di tingkat birokrasi pendidikan.
Saran:
1.
Pemerintah
harus memperhatikan rakyatnya dalam mendapatkan pendidikan yang layak agar
pendidikan karakter dapat terlaksana dengan baik. Tidak ada lagi kerusuhan,
tawuran, kekerasan, tindak kriminal yang membuat lingkungan dimana-dimana tidak
aman.
2.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU
Sisdiknas menyebutkan “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuann untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
nasional merupakan rumusan kulitas manusia yang harus dikembangkan oleh satuan
pendidikan.
3.
Dalam
kebijakan pendidikan harus dilakukan secara tegas dan dibutuhkan pemimpin yang berani
menghukum pelaku penyimpangan-penyimpangan yang ada.
4.
Dibutuhkannya
guru-guru yang mempunyai watak yang memiliki budi pekerti yang baik dan yang
dapat memberikan metode pengajaran yang demokratis, inspiratif, motivatif,
dialogis, dan pluralis untuk menciptakan karakter anak bangsa yang tanggung dan
kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Teuku Kemal Fasya, “12 PTN dan
Komersialisasi Pendidikan”, dalam Kompas,
selasa 4 Maret 2008.
Riauskina, I. I., Djuwita, R, dan
Soesetio, S.R.(2005), “ Gencet-gencetan di Mata Siswa/ siswi kelas 1 SMA:
Naskah Kognitif tentang arti,Skenario, dan Dampak Gencet-gencetan”, dalam Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13.
Neila Rhamdani, “Sikap dan Beberapa
Definisi untuk Memahaminya”, dalam http://neila.staff.ugm.ac.id//wordpress/up-content/uploads/2008/03/definisi.pdf
Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992)
Mu’in, Fatchul.2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik
& Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar